Artikel

Contoh esai sosial

BULAN CERAH BULAN KELABU
Oleh Muhlasin, S.Pd
Pernah sepulang solat maghrib dari masjid, saya menunjukkan bulan yang masih sabit kepada putriku. Saya membopongnya sementara isteriku membawakan tas mukenanya. Tapi komentarnya ternyata di luar dugaanku dan barangkali beberapa orang yang pulang bersama kami.
“Pak, bulannya rusak ya?” begitu celotehnya sambari menunjuk bulan sabit di ufuk barat kami. Kontan saja kami tertawa mendengarnya.
Memang, bulan sangat menarik untuk dibicarakan. Satelit bumi ini telah mengilhami penyair-penyair profesional maupun amatiran yang sedang belajar membuat syair sejak dulu dan mungkin kelak saat kiamat. Beberapa penulis lagu dan penyanyinya juga sering mendendangkan benda langit kuning itu.
Bagi beberapa orang, dia menjadi lambang keindahan, kecantikan dan keanggunan. Tentu kita sering mendengar ungkapan ketika seotrang pria merayu pujaan hatinya: wajahmu bagaikan bulan purnama. Dan yang dirayu pun cuma bisa menunduk malu. Tersipu. Lantas bila rayuannya bisa berujung pernikahan akan datang tawaran selanjutnya: berbulan madu. Ah, manis sekali. Bulan ada madunya! Bahkan bulan yang satu ini menjadi peket bisnis yang menggiurkan bagi para pengelola hotel dan pariwisata.
Ternyata terminologi bulan madu sudah bukan menjadi monopoli pengantin baru. Kini, dalam dunia politik dikenal pula istilah bulan madu. Bila satu partai berhasil memenangkan pemilu karena didukung koalisi partai, pada awal-awal pemerintahan koalisi partai itu akan menikmati bulan madu. Tapi, seperti halnya pasangan suami-istri yang makin lama kehilangan manis bulan madunya, pertengkaran dan mungkin perselingkuhan akan terjadi. Lebih parah lagi bisa berujung perceraian.
Legenda yang berkaitan rembulan juga telah ada. Pernahkah Anda mendengar kisah seekor kelinci yang karena tulus berkorban pada seorang pertapa lantas diabadikan oleh seorang peri-bidadari dengan memahatkan siluetnya di bulan purnama? Cobalah sesekali Anda mengamati bulan purnama dan barangkali Anda pun akan menemukan siluet kelinci tersebut. Tapi kalau tidak menemukan jangan lantas memvonisnya sebagai tahayul atau cerita omong kosong. Karena, sekali lagi, itu cuma sekadar cerita pengantar tidur atau pelepas lelah.
Secara ilmiah, keberadaan bulan ini sudah diajarkan semenjak sekolah dasar. Di tingka ini, guru kelas sudah mengenalkan pengaruh bulan terhadap bumi. Dikatakan, saat bulan purnama air laut mengalami pasang naik. Bahkan dalam dunia seksologi keberadaan sang rembulan ini juga menjadi perhatian. Konon, manakala purnama penuh, libido manusia meningkat berlipat-lipat dibanding saat langit gelap gulita tiada sang bulan.
Namun, ternyata tidak selamanya bulan menggambarkan keindahan. Tidak percaya? Allah, dalam Alquran, melarang hambanya yang beriman berhubungan intim manakala si isteri sedang datang bulan. Ah, ternyata ketika bulan mendatangi isterinya, sang suami mesti gigit jari beberapa hari!
Ketidakindahan bulan tidak hanya dialami seorang suami, tapi banyak orang turut merasakannya. Dalam ekonomi keluarga manakala sedang tanggung bulan, seorang istri sebagai manajer keuangan mesti berpikir ulang untuk membelanjakan uangnya. Maklum, tanggal tua alias tanggung bulan.
Dalam lingkungan kerja, baik di kantor negeri maupun swasta para pegawai pun memasang wajah “kelabu” jika menginjak tanggung bulan. Lain bila awal bulan alias tanggal muda. Wajah cerah, sumringah, dan melakukan tugas atau kewajiban penuh semangat 45. Maklum sedang tiba saatnya bulan merah jambu.
Bulan-bulan yang dinantikan para PNS, TNI-Polri adalah bulan Agustus saat Presiden menyampaikan nota keuangan di hadapan para wakil rakyat yang konon terhormat. Yang dinanti adalah apakah pemerintah akan menaiikkan gaji mereka? Kalau naik, berapa persen? Ketika dinyatakan naik bukan main senang mereka. Lain halnya dengan perekonomian mikro. Ibu-ibu rumah tangga, rakyat kecil maupun buruh justru menjerit sakit. Mau tak mau mereka harus menerima kenaikan harga yang diperhalus istilahnya (eufemisme) menjadi penyesuaian harga.
Tapi penyesuaian harga ini ternyata tidak melulu pascakenaikan gaji PNS. Buktinya, saat bulan Ramadan tiba harga-harga kebutuhan merangkak naik dan mencapai klimaksnya menjelang lebaran. Kalau yang ini konon berdasarkan hukum pasar, yakni permintaan meningkat dan persediaan terbatas maka dengan sendirinya harga ikut naik.
Namun demikian, meski semua kebutuhan naik, terlepas apakah masyarakat paham adanya kartel ekonomi atau tidak, mereka tetap bersuka cita menyembut bulan yang penuh berkah ini. Marhaban, ya Ramadan.... Selengkapnya...